Mesjid agung annur pekanbaru.
Mesjid Agung An Nur berdiri
tanggal 27 Rajab 1388 H atau bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 1968, Masjid
Agung An-Nur diresmikan oleh Arifin Ahmad, Gubernur Riau waktu itu dan tahun
2000 pada masa gubernur Saleh Djasit mesjid ini direnovasi secara
besar-besaran.[1]
Masjid Agung An-Nur Riau yang
kita saksikan begitu megah saat ini bukanlah bangunan asli hasil pembangunan
tahun 1966 dan diresmikan tahun 1968. Tapi merupakan bangunan hasil renovasi
total dan pembangunan kembali dari masjid Agung An-Nur yang lama. Di pergantian
milenium tahun 2000 lalu, pada saat Riau dibawah kepemimpinan gubernur Shaleh
Djasit, Masjid Agung An-Nur yang lama di rombak total ke bentuknya saat ini.
Dari pembangunan tahun 2000
tersebut luas lahan masjid ini bertambah tiga kali lipat dari sebelumnya yang
hanya seluas 4 hektar menjadi 12.6 hektar. Luasnya lahan masjid baru ini
memberikan keleluasaan bagi penyediakan lahan terbuka untuk publik Pekanbaru
termasuk di dalamnya kawasan taman nan hijau dan lahan parkir yang begitu luas.
Jalanan yang rapid an sangat indah terdapat pada jalan jendral sudirman pekanbaru riau
Indonesia ,bersih dan setiap hari di jaga kebersihan oleh petuhas kebersihan
sehingga tidak ada sampah bertebaran disekitar jalan jendral sudirman ini.
Kabupaten Kota Di Provinsi Riau
Provinsi Riau sampai saat ini memiliki 12 Kabupaten/Kota,
terdiri dari 10 Kabupaten dan 2 Kota. Tujuh Kabupaten/Kota diantaranya
merupakan Kabupaten/Kota baru hasil pemekaran daerah.
Berikut ini daftar Nama Kabupaten/Kota tersebut, yaitu :
Kabupaten Bengkalis (Bengkalis)
Kabupaten Indragiri Hilir (Tembilahan)
Kabupaten Indragiri Hulu (Rengat)
Kabupaten Kampar (Bangkinang)
Kabupaten Kepulauan Meranti (Selatpanjang)
Kabupaten Kuantan Singingi (Teluk Kuantan)
Kabupaten Pelalawan (Pangkalan Kerinci)
Kabupaten Rokan Hilir (Ujung Tanjung/Bagan Siapi-api)
Kabupaten Rokan Hulu (Pasir Pengarayan)
Kabupaten Siak (Siak Sri Indrapura)
Kota Dumai (Dumai)
Kota Pekanbaru (Pekanbaru)
Itulah daftar Nama Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Provinsi
RIAU).
Kota pekanbaru.
Sejarah dan Budaya Asli Pekanbaru, Bagian 1
Sejarah dan Budaya Asli Pekanbaru - Kota Pekanbaru, siapa
yang tak kenal dengan Pekanbaru saat ini? Pekanbaru merupakan ibukota Provinsi
Riau yang oleh masyarakat Indonesia dikenal dengan hasil buminya yang melimpah
dan daerah yang kental akan tradisi nilai-nilai kemelayuannya. Keberadaan Kota
Pekanbaru yang ramai dan maju inipun menyimpan sejarah dan cerita tersendiri
bagi masyarakat Riau. Ada dua versi mengenai asal-mula kota ini yaitu versi
sejarah dan versi cerita rakyat.
Menurut versi sejarah, pada masa silam kota ini hanya berupa
dusun kecil yang dikenal dengan sebutan Dusun Senapelan, yang dikepalai oleh
seorang Batin (kepala dusun). Dalam perkembangannya, Dusun Senapelan berpindah
ke tempat pemukiman baru yang kemudian disebut Dusun Payung Sekaki, yang
terletak di tepi Muara Sungai Siak. Perkembangan Dusun Senapelan ini erat
kaitannya dengan perkembangan Kerajaan Siak Sri Indrapura. Pada masa itu, raja
Siak Sri Indrapura yang keempat, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah, bergelar
Tengku Alam (1766-1780 M.), menetap di Senapelan, yang kemudian membangun
istananya di Kampung Bukit berdekatan dengan Dusun Senapelan (di sekitar Mesjid
Raya Pekanbaru sekarang). Tidak berapa lama menetap di sana, Sultan Abdul Jalil
Alamudin Syah kemudian membangun sebuah pekan (pasar) di Senapelan, tetapi
pekan itu tidak berkembang. Usaha yang telah dirintisnya tersebut kemudian
dilanjutkan oleh putranya, Raja Muda Muhammad Ali di tempat baru yaitu di
sekitar pelabuhan sekarang.
Selanjutnya, pada hari Selasa tanggal 21 Rajab 1204 H atau
tanggal 23 Juni 1784 M., berdasarkan musyawarah datuk-datuk empat suku
(Pesisir, Lima Puluh, Tanah Datar dan Kampar), negeri Senapelan diganti namanya
menjadi Pekan Baharu. Sejak saat itu, setiap tanggal 23 Juni ditetapkan sebagai
hari jadi Kota Pekanbaru. Mulai saat itu pula, sebutan Senapelan sudah
ditinggalkan dan mulai populer dengan sebutan Pekan Baharu. Sejalan dengan
perkembangannya, kini Pekan Baharu lebih populer disebut dengan sebutan Kota
Pekanbaru, dan oleh pemerintah daerah ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Riau.
Jauh sebelum Sultan Abdul Djalil Alamuddin Syah, putra
Sultan Abdul Djalil Rahmat Syah memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Siak
dari Sungai Mempura ke Senapelan pada 1763 Masehi, Petapahan dan Teratak Buluh
juga menjadi pusat perdagangan yang cukup ramai pada saat itu. Kedua daerah ini
tempat berkumpulnya para pedagang dari pedalaman Sumatera membawa hasil
pertanian, hasil hutan, dan hasil tambang.
Oleh para pedagang, hasil pertanian, hasil hutan dan hasil
tambang tersebut mereka bawa ke Singapura dan Malaka mengunakan perahu. Untuk
jalur perdagangan Sungai Kampar, pusat perdagangannya terletak di Teratak Buluh.
Sedangkan pusat perdagangan jalur Sungai Siak terletak di Petapahan.
Perdagangan jalur Sungai Kampar kondisinya kurang aman, perahu pedagang sering
hancur dan karam dihantam gelombang (Bono) di Kuala Kampar dan sering juga
terjadi perampokan yang dilakukan oleh para lanun. Sedangkan Sungai Siak
termasuk jalur perdagangan yang cukup aman.
Senapelan ketika itu hanya sebuah dusun kecil yang letaknya
di kuala Sungai Pelan, hanya dihuni oleh dua atau tiga buah rumah saja
(sekarang tepatnya di bawah Jembatan Siak I). Pada saat itu di sepanjang Sungai
Siak, mulai dari Kuala Tapung sampai ke Kuala Sungai Siak (Sungai Apit) sudah
ada kehidupan, hanya pada saat itu rumah-rumah penduduk jaraknya sangat
berjauhan dari satu rumah ke rumah lainnya. Ketika itu belum ada tradisi dan
kebudayaan, yang ada hanya bahasa, sebagai alat komunikasi bagi orang-orang
yang tinggal di pinggir Sungai Siak.
Bahasa sehari-hari yang mereka pakai adalah bahasa Siak,
bahasa Gasib, bahasa Perawang dan bahasa Tapung, karena orang-orang inilah yang
lalu-lalang melintasi Sungai Siak. Pada saat itu pengaruh bahasa Minang, bahasa
Pangkalan Kota Baru dan bahasa Kampar belum masuk ke dalam bahasa orang-orang
yang hidup di sepanjang Sungai Siak.
Setelah Sultan Abdul Djalil Alamuddin Syah memindahkan pusat
pemerintahan Kerajaan Siak dari Sungai Mempura ke Senapelan, pembesar-pembesar
kerajaan serta orang-orang dalam kerajaan serta keluarganya ikut pindah ke
Senapelan. Dan pada saat itulah tradisi serta budaya, bahasa sehari-hari
terbawa pindah ke Senapelan.
Di Senapelan, sultan membangun istana (istana tersebut tidak
terlihat lagi karena terbuat dari kayu). Sultan juga membangun masjid, masjid
tersebut berukuran kecil, terbuat dari kayu, makanya masjid tersebut tidak bisa
kita lihat lagi sekarang ini. Dari dasar masjid inilah menjadi cikal bakal
Masjid Raya Pekanbaru di Pasar Bawah sekarang ini.
Sultan juga membangun jalan raya tembus dari Senapelan ke
Teratak Buluh. Sultan Abdul Djalil Alamuddin Syah membangun pasar, yang
aktivitasnya hanya sepekan sekali. Belum sempat Senapelan berkembang, Sultan
Abdul Djalil Alamuddin Syah wafat pada 1765 masehi dan dimakamkan di samping
Masjid Raya Pekanbaru, sekarang dengan gelar Marhum Bukit.
Pasar pekan dilanjutkan oleh putranya Raja Muda Muhammad Ali
yang dibantu oleh ponakannya Said Ali (Anak Said Usman). Di masa Raja Muda
Muhammad Ali inilah Senapelan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pasar yang
dibangun yang pelaksanaannya hanya sekali sepekan melahirkan kata Pekanbaru.
Pekan (berarti pasar sekali sepekan). Baru (baru dibangun saat itu). Saat
itulah nama Senapelan lama kelamaan semakin menghilang, orang lebih banyak
menyebut Pekanbaru.
Setelah Pekanbaru menjadi ramai maka muncullah para
pendatang dari pelosok negeri mulai dari Minang Kabau, Pangkalan Kota baru,
Kampar, Taluk Kuantan, Pasir Pengaraian, dan lain-lain. Awalnya mereka
berdagang, lama kelamaan mereka menetap. Dengan menetapnya para pedagang
tersebut di Pekanbaru lalu mereka melahirkan generasi (anak, cucu, cicit).
Anak, cucu, dan cicit tersebut menjadi orang Pekanbaru. Masing-masing pedagang
yang datang dan menetap di Pekanbaru membawa bahasa serta tradisi dari asal
daerah mereka masing-masing. Lalu mereka wariskan kepada anak cucu dan cicit
mereka. Dari situlah mulai kaburnya bahasa, tradisi asli Pekanbaru yang berasal
dari Kerajaan Siak.
KABUPATEN BENGKALIS.
Kabupaten Bengkalis adalah salah satu kabupaten di Provinsi
Riau, Indonesia. Wilayahnya mencakup daratan bagian timur pulau Sumatera dan
wilayah kepulauan, dengan luas adalah 11.481,77 km². Ibukota kabupaten ini
berada di Bengkalis tepatnya berada di Pulau Bengkalis yang terpisah dari Pulau
Sumatera. Pulau Bengkalis sendiri berada tepat di muara sungai Siak, sehingga
dikatakan bahwa pulau Bengkalis adalah delta sungai Siak. Kota terbesar di
kabupaten ini adalah kota Duri di kecamatan Mandau.
Penghasilan terbesar Kabupaten Bengkalis adalah minyak bumi
yang menjadi sumber terbesar APBD-nya bersama dengan gas.
Kabupaten Bengkalis mempunyai letak yang sangat strategis,
karena dilalui oleh jalur perkapalan internasional menuju ke Selat Malaka.
Bengkalis juga termasuk dalam salah satu program Indonesia Malaysia Singapore
Growth Triangle (IMS-GT) dan Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle
(IMT-GT).
Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) Sejarah Profil
Kabupaten Indragiri
Hilir adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Riau, Indonesia yang
memiliki motto: "Berlayar sampai ke pulau,berjalan sampai ke batas".
Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) beribu kota di Tembilahan. Indragiri Hilir
yang merupakan Kabupaten asal Gubernur Riau saat ini, Rusli Zainal (2008-2012)
berdiri pada tanggal 20 November 1965, dan saat ini dihuni sekitar 624.450
jiwa.
Suku-suku bangsa yang tinggal di Inhil yang beragam,
terhitung: Suku Banjar, Melayu, Bugis, Jawa, Tiong Hoa dll. dengan agama yang
mendominasi adalah Islam, serta diikuti oleh Budha dan Kristen.
Sejarah Kabupaten Indragiri Hilir (inhil) Periode Sebelum
Kemerdekaan Republik Indonesia
Kerajaan Keritang
Kerajaan Keritang berdiri sekitar awal abad ke-6 di
Kecamatan Keritang sekarang. Seni budayanya dipengaruhi oleh Hindu, terlihat
pada arsitektur istana yang terkenal dengan sebutan Puri Tujuh (Pintu Tujuh)
atau Kedaton Gunung Tujuh.
Kerajaan Kemuning
Kerajaan Kemuning didirikan oleh raja Singapura ke-V, Raja
Sampu atau Raja Iskandarsyah Zulkarnain atau Prameswara. Tahun 1231 diangkat
seorang raja muda yang bergelar Datuk Setiadiraja. Letak kerajaan ini
diperkirakan berada di Desa Kemuning Tua dan Desa Kemuning Muda. Bukti
peninggalan kerajaan berupa selembar besluit dengan cap stempel kerajaan,
bendera dan pedang kerajaan.
Kerajaan Batin Enam Suku
Pada tahun 1260, di daerah Indragiri Hilir bagian utara,
yaitu di daerah Gaung Anak Serka, Batang Tuaka, Mandah dan Guntung dikuasai
oleh raja-raja kecil bekas penguasa kerajaan Bintan, yang karena perpecahan
sebagian menyebar ke daerah tersebut.
Diantaranya terdapat Enam Batin (Kepala Suku) yang terkenal
dengan sebutan Batin Nan Enam Suku, yakni:
1. Suku Raja Asal di daerah Gaung.
2. Suku Raja Rubiah di daerah Gaung.
3. Suku Nek Gewang di daerah Anak Serka.
4. Suku Raja Mafait di daerah Guntung.
5. Suku Datuk Kelambai di daerah Mandah.
6. Suku Datuk Miskin di daerah Batang Tuaka
Kerajaan Indragiri
Kerajaan Indragiri berdiri sekitar tahun 1298, raja pertama bergelar
Raja Merlang I berkedudukan di Malaka. Penggantinya Raja Narasinga I dan Raja
Merlang II juga di Malaka. Untuk urusan harian dilaksanakan oleh Datuk Patih
atau Perdana Menteri. Pada tahun 1473, Raja Narasinga II, bergelar Paduka
Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alam (Sultan
Indragiri IV) menetap di ibu kota kerajaan di Pekan Tua sekarang.
Pada 1815, Sultan Ibrahim memindahkan ibu kota kerajaan ke
Rengat. Masa pemerintahannya, Belanda mulai campur tangan dengan mengangkat Sultan
Muda, berkedudukan di Peranap dengan batas wilayah ke Hilir sampai dengan batas
Japura. Pada masa pemerintahan Sultan Isa, berdatanganlah orang-orang suku
Banjar dan suku Bugis ke Indragiri Hilir akibat kurang amannya daerah asal
mereka. Khusus suku Banjar, akibat Kerajaan Banjar dihapus oleh Gubernement
pada 1859 sehingga terjadi perangan sampai tahun 1963.
Sejarah Kabupaten Indragiri Hilir (inhil) Periode setelah
berdirinya Indonesia
Pada awal kemerdekaan Indonesia, Indragiri (Hulu dan Hilir)
masih satu kesatuan kabupaten. Indragiri terdiri atas 3 kewedanaan, yaitu
Kewedanaan Kuantan Singingi beribu kota Teluk Kuantan, Kewedanaan Indragiri
Hulu beribu kota Rengat dan Kewedanaan Indragiri Hilir beribu kota Tembilahan.
Pemekaran Kabupaten Indragiri
Masyarakat Indragiri Hilir memohon kepada Menteri Dalam
Negeri melalui Gubernur Riau, agar Indragiri Hilir dimekarkan menjadi Kabupaten
Daerah Tingkat II berdiri sendiri (otonom). Setelah melalui penelitian, oleh
Gubernur dan Departemen Dalam Negeri, pemekaran diawali dengan dikeluarkannya
Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau (Propinsi Riau)
tertanggal 27 April 1965 nomor 052/5/1965 sebagai Daerah Persiapan Kabupaten
Indragiri Hilir.
Pada 14 Juni 1965 keluarkanlah Undang-undang nomor 6 tahun
1965 Lembaran Negara Republik Indonesia no. 49, Daerah Persiapan Kabupaten
Indragiri Hilir resmi menjadi sebuah Kabupaten Daerah Tingkat II Indragiri
Hilir (sekarang Kabupaten Indragiri Hilir) sebagai salah satu Kabupaten di Riau
terhitung tanggal 20 November 1965.
Kabupaten IndragiriHulu Ibukotanya Rengat
yang rencananya akan di mekarkan,mengingat keadaan penduduk
yang begitu padat,pemerintah kabupaten indragiri hulu berencan memindahkan ibu
kotanya dari kota rengat ke air molek,karena saat ini kota air molek sudah
cukup layak untuk menjadi ibukota kabupaten,di bandingkan kota-kota lain di
kabupaten tersebut,seperti peranap,belilas,dan pematang rabah.sementara kota
rengat akan di jadikan KOTAMADYA.
Kota Rengat
Rengat merupakan ibukota Kabupaten Indragiri Hulu akan
dinaikkan menjadi kotamadya. Sementara kecamatan Pasir Penyu yang beribukota di
Air Molek akan menjadi ibukota dari KABUPATEN INDRAGIRI HULU ,Kecamatan yang
mungkin bergabung ke dalam kota ini meliputi :
Rengat
Rengat Barat
KABUPATEN KAMPAR.
SEJARAH SINGKAT KABUPATEN KAMPAR
Berdasarkan surat keputusan Gubernur Militer Sumatera Tengah
Nomor : 10/GM/STE/49 tanggal 9 Nopember 1949, Kabupaten Kampar merupakan salah
satu Daerah Tingkat II di Propinsi Riau terdiri dari Kawedanaan Palalawan,
Pasir Pangarayan, Bangkinang dan Pekanbaru Luar Kota dengan ibu kota Pekanbaru.
Kemudian berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1956 ibu kota Kabupaten Kampar
dipindahkan ke Bangkinang dan baru terlaksana tanggal 6 Juni 1967.
Semenjak terbentuk Kabupaten Kampar pada tahun 1949 sampai
tahun 2006 sudah 21 kali masa jabatan Bupati Kepala Daerah. Sampai Jabatan
Bupati yang keenam (H. Soebrantas S.) ibu kota Kabupaten Kampar dipindahkan ke
Bangkinang berdasarkan UU No. 12 tahun 1956.
Adapun faktor-faktor
yang mendukung pemindahan ibu kota Kabupaten Kampar ke Bangkinang antara
lain :
Pekanbaru sudah menjadi ibu kota Propinsi Riau.
Pekanbaru selain menjadi ibu kota propinsi juga sudah
menjadi Kotamadya.
Mengingat luasnya daerah Kabupaten Kampar sudah sewajarnya
ibu kota dipindahkan ke Bangkinang guna meningkatkan efisiensi pengurusan
pemerintahan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Prospek masa depan Kabupaten Kampar tidak mungkin lagi
dibina dengan baik dari Pekanbaru.
Bangkinang terletak
di tengah-tengah daerah Kabupaten Kampar, yang dapat dengan mudah untuk
melaksanakan pembinaan ke seluruh wilayah kecamatan dan sebaliknya.
KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI
Kabupaten Kepulauan Meranti adalah salah satu kabupaten di
provinsi Riau, Indonesia, dengan ibu kotanya adalah Selatpanjang.
Kabupaten Kepulauan Meranti terdiri dari Pulau Tebing
Tinggi, Pulau Padang, Pulau Merbau, Pulau Ransang, Pulau Topang, Pulau
Manggung, Pulau Panjang, Pulau Jadi, Pulau Setahun, Pulau Tiga, Pulau Baru,
Pulau Paning, Pulau Dedap,Pulau Berembang, Pulau Burung[5]. Adapun nama Meranti
diambil dari nama gabungan "Pulau Merbau, Pulau Ransang dan Pulau
Tebingtinggi".
KABUPATEN KUANTAN SINGINGI.
Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) adalah salah satu
kabupaten di Provinsi Riau, Indonesia. Kabupaten Kuansing disebut pula dengan
rantau Kuantan atau sebagai daerah perantauan orang-orang Minangkabau (Rantau
nan Tigo Jurai).[4] Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Kuansing
menggunakan adat istiadat serta bahasa Minangkabau.[5] Kabupaten ini berada di
bagian barat daya Propinsi Riau dan merupakan pemekaran dari Kabupaten
Indragiri Hulu.
KABUPATEN PELALAWAN.
Kabupaten Pelalawan adalah salah satu Kabupaten di Provinsi
Riau, Indonesia, dengan ibu kota Pangkalan Kerinci. Kabupaten ini merupakan
hasil pemekaran dari Kabupaten Siak.
Geografi
Kabupaten Pelalawan dengan luas 12.647,29 km², dibelah oleh
aliran Sungai Kampar, serta pada kawasan ini menjadi pertemuan dari Sungai
Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Kabupaten Pelalawan memilik beberapa pulau
yang relatif besar yaitu: Pulau Mendol, Pulau Serapung dan Pulau Muda serta
pulau-pulau yang tergolong kecil seperti: Pulau Tugau, Pulau Labuh, pulau Baru
Pulau Ketam dan Pulau Untut.
Struktur wilayah merupakan daratan rendah dan bukit-bukit,
dataran rendah membentang ke arah timur dengan luas wilayah mencapai 93 % dari
total keseluruhan. Secara fisik sebagian wilayah ini merupakan daerah
konservasi dengan karakteristik tanah pada bagian tertentu bersifat asam dan
merupakan tanah organik, air tanahnya payau, kelembaban dan temperatur udara
agak tinggi.
KABUPATEN ROKAN HILIR.
Sejarah Terbentuknya Kabupaten Rokan Hilir
Rokan Hilir dibentuk dari tiga kenegerian, yaitu negeri
Kubu, Bangko dan Tanah Putih. Negeri-negeri tersebut dipimpin oleh seorang
Kepala Negeri yang bertanggung jawab kepada Sultan Siak.
Distrik pertama didirikan Hindia Belanda di Tanah Putih pada
saat menduduki daerah ini pada tahun 1890. Setelah Bagansiapiapi yang dibuka
oleh pemukim-pemukim Tionghoa berkembang pesat, Belanda memindahkan
pemerintahan kontrolir-nya ke kota ini pada tahun 1901. Bagansiapiapi semakin
berkembang setelah Belanda membangun pelabuhan modern dan terlengkap untuk
mengimbangi pelabuhan lainnya di Selat Malaka hingga Perang Dunia I usai.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Rokan Hilir digabungkan ke dalam Kabupaten
Bengkalis, Provinsi Riau.
Bekas wilayah Kewedanaan Bagansiapiapi yang terdiri dari
Kecamatan Tanah Putih, Kubu dan Bangko serta Kecamatan Rimba Melintang dan
Kecamatan Bagan Sinembah kemudian pada tanggal 4 Oktober 1999 ditetapkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia sebagai kabupaten baru di Provinsi Riau sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 53 tahun 1999 dengan ibukota Bagansiapiapi.
KABUPATEN ROKAN HULU.
Sejarah Singkat Kabupaten Rokan Hulu
Kabupaten Rokan Hulu, merupakan sebuah kabupaten hasil
pemekaran Kabupaten Kampar, yang berdiri pada tanggal 12 Oktober 1999
berdasarkan kepada UU Nomor 53 tahun 1999 dan UU No 11 tahun 2003 tentang
perubahan UU RI No 53 tahun 1999, yang diperkuat dengan Keputusan Mahkamah
Konstitusi No. 010/PUU-1/2004, tanggal 26 Agustus 2004.
Kabupaten yang diberi
julukan sebagai Negeri Seribu Suluk ini mempunyai penduduk sebanyak 380.000
jiwa dengan luas wilayah 7.449,85 km2, dimana 85% terdiri dari dataran dan 15%
rawa-rawa dan perairan.
Kabupaten yang
mempunyai bukti sejarah perjuangan berupa Benteng Tujuh Lapis yang melahirkan
seorang Pahlawan Nasional Tuanku Tambusai ini, telah dipimpin oleh 3 orang
putra terbaik daerah ini, yaitu : H. Nurhasyim, SH (Plt tahun 1999),
Drs.H.Ahmad (Plt tahun 2000), H.Ramlan Zas, SH.MH dan Drs.H.Auni M Noor tahun
2001 – 2006 dan Drs. H. Ahmad, M.Si. (Bupati Devenitif) dan H. Sukiman (Wakil
Bupati Devenitif) tahun 2006 - 2011 yang merupakan pilihan rakyat.
Dalam perjalannya
sebagai sebuah kabupaten, maka daerah yang mempunyai iklim tropis dengan
temperatur 22-31 derajad celcius dan dengan ketinggian 70-86 M dari permukaan
laut ini, mempunyai pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun terakhir rata-rata 6,46%
pertahun, dengan mata pencaharian penduduk bergerak pada bidang pertanian 52,
42%, bidang Industri 11,49 %, bidang perdagangan 7,14% dan sektor lain sebesar
28,95%.
KABUPATEN SIAK.
Sejarah
Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada tahun 1723 M oleh
Raja Kecil yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah putera Raja Johor
(Sultan Mahmud Syah) dengan istrinya Encik Pong, dengan pusat kerajaan berada
di Buantan. Konon nama Siak berasal dari nama sejenis tumbuh-tumbuhan yaitu
siak-siak yang banyak terdapat di situ.
Sebelum kerajaan Siak berdiri, daerah Siak berada dibawah kekuasaan
Johor. Yang memerintah dan mengawasi daerah ini adalah raja yang ditunjuk dan
di angkat oleh Sultan Johor. Namun hampir 100 tahun daerah ini tidak ada yang
memerintah. Daerah ini diawasi oleh Syahbandar yang ditunjuk untuk memungut
cukai hasil hutan dan hasil laut.
KOTA DUMAI.
Sejarah
Dumai merupakan sebuah dusun kecil dipesisir timur propinsi
Riau. Dumai merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Bengkalis. Diresmikan
sebagai Kota pada tanggal 20 April 1999 dengan Undang-undang No. 16 Tahun 1999
dimana status Dumai sebelumnya adalah Kota Administratif. Pada awal pembentukan
wilayah administrasi pemerintahan, Kota Dumai memiliki 3 wilayah kecamatan, 13
kelurahan dan 9 desa dengan jumlah penduduk hanya 250.376 jiwa dengan tingkat
kepadatan 83,85 jiwa/km2.
Secara geografis, Kota Dumai terletak di 1023 – 1024’23”
Bujur Timur dan 101023’37” - 101028’13” Lintang Utara dengan batas wilayah
sebelah Utara, Dumai berbatasan dengan Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis,
Sebelah Timur, Dumai berbatasan dengan Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten
Bengkalis, Sebelah Selatan, Dumai berbatasan dengan Kecamatan Mandau dan
Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, dan Sebelah Barat, Dumai berbatasan
dengan Kecamatan Bangko dan Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir.
Wilayah Kota Dumai beriklim tropis dengan curah hujan antara 100-300 cm dan
suhu udara 24-33C dengan kondisi tanah rawa bergambut.
Kota Dumai memiliki luas wilayah 1.623,38 Km2 dan merupakan
kota terluas nomor dua di Indonesia setelah Manokwari. Saat ini Dumai
dicanangkan sebagai kota yang masuk dalam zona Pasar Bebas Internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar